Vinsensius Nurdin
Sman3borong.sch.id-Beberapa hari lalu saya kebetulan menonton ucapan orang nomor satu di republic ini melalui sosial media tik tok. Saya sangat tertarik dan ingin merefleksikan unggahan sosial media ini dalam bentuk ulasan sedehana yang dapat dijadikan pegangan dalam menata hidup. Ucapan Presiden Jokowi dalam media itu dapat menggugah naluri kita sebagai manusia yang hidup ditengah pergulatan eksistensi diri, entah sebagai pribadi maupun dalam kebersamaan dengan pribadi-pribadi lainnya. Ulasan reflektif ini adalah gugatan yang mesti terus dipertemukan dengan situasi kita saat ini. Mudah-mudahan refleksi ini dapat menambah khazanah kita sebagai manusia. Untuk mengacu kepada hal-hal demikian, kita akan mulai dengan primbon pertama: lamun sira sekti aja mateni yang jika dialihbahasakan ke dalam bahasa persatuan kita adalah meskipun kamu kuat/sakti, jangan suka menjatuhkan. Setiap dari kita pasti ingin sekali menjadi orang yang sakti/kuat. Kata sakti dengan mudah sekali dipahami sebagai suatu kelebihan yang tidak dimiki orang-orang lainnya. Kata sakti berarti dapat menundukan orang lain dengan kelebihan yang dimiliki. Demikian pula ketika kata sakti disamakan dengan kata kuat berarti dia berhasil menundukan orang-orang lainnya yang lemah. Dalam kata sakti dan kuat sangat tampak bau-bau persaingan. Sangat tampak aroma perlombaan. Dalam persaingan atau perlombaan itu kebanyakan orang tersingkirkan dan hanya tinggal seorang saja yang memegang kendali dan semua yang kalah akan takluk di bawah kesaktian atau kekuatannya. Karena kesaktian atau kekauatannya, seseorang dengan mudah menjadikannya alat untuk menjatuhkan dan merendahkan orang lain. Temperamen egoistik dan arogansi muncul dengan serta merta bagi siapa saja yang menjadikan kesaktiannya atau kekuatannya sebagai media untuk mejatuhan orang lain. Melalui filosofi Jawa lamun sira sekti aja mateni, kita diajak untuk tidak menjadikan kesaktian atau kekuatan kita untuk menjatuhkan orang lain. Kesaktian atau kekuatan kita justeru harus menjadi alat untuk menjangkau siapa saja yang terjatuh sehingga bangkit dari keterpurukannya. Kesaktian atau kekuatan yang kita miliki adalah rahmat yang dipercayakan kepada kita untuk dapat disalurkan kepada orang lainnya. Orang yang memiliki kesaktian atau kekuatan adalah orang-orang terpilih yang dipercayakan mampu menjadi wahana sehingga orang-orang lainnya merasa menjadi andalan dalam suatu situasi tertentu.
Filosofi kedua yang berhasil dirangkai melalui kata berbahasa Jawa adalah lamun sira Banter aja Ndhisiki yang dapat dimengerti dalam bahasa nasional kita adalah meskipun kamu cepat, jangan suka mendahului. Dalam banyak kesempatan, kita sering mendengar beberapa ucapan yang menggugah kita untuk berlomba dalam kehidupan. Hidup itu adalah suatu perlombaan yang harus dimainkan sedemikian rupa sehingga kita akan tampil sebagai pemenang dan itu berarti dapat mengalahkan yang lainnya. Walaupun pencapaian seperti ini dapat kita gapai dengan usaha kita yang luar biasa, tetapi melalui kebijaksanaan hidup orang Jawa kita diingatkan untuk menahan diri dari keunggulan kita dan jangan bertindak mengikuti pencapaian kita. Meskipun kita cepat, tetapi janganlah mendahului berarti menghendaki kita untuk memberi kesempatan yang sama kepada orang lainnya dan berani beriringan dalam mencapai target kehidupan. Filosofi Jawa dalam bentuk ajakan ini adalah satu diantara sekian cara yang harus dimiliki supaya kita dapat menjadikan persaingan dalam hidup, apapun itu, untuk seiring sejalan dan membentuk barisan yang sejajar sehingga kita dapat merayakan keberhasilan dalam kebersamaan. Beriring bersama menjadi lebih nikmat ketika dialami semakin banyak orang dan bahkan lebih nikmat lagi ketika semuanya mengalami keberhasilan dalam kehidupan. Kalau kita menegetahui potensi kita misalnya dalam hal kecepatan berpikir, bertindak ataupun dalam pengolahan fisik, lamun sira Banter aja Ndhisiki adalah karakter manusia Indonesia berbudaya yang sangat mementingkan kebersamaan sebagaimana juga diperintahkan melalui butir ketiga Pancasila dalam ungkapan persatuan. Perintah persatuan sangat menghendaki kita sebagai bangsa untuk menata kehidupan dalam satu kesatuan sebagai bangsa. Istilah jangan mendahului berarti kita dituntun untuk tidak menjadi pribadi yang meremehkan orang lain hanya karena kekuatannya tidak seperti yang kita miliki. Setiap pribadi adalah unik dan dalam keunikan pula memiliki ketidakterhinggaan potensi yang dimiliki.
Ketiga lamun sira pinter aja mintari=meskipun kamu pintar jangan sok pintar, jangan memintari orang lain. Filosofi Jawa yang ini sungguh menjadikan kita sadar akan keberadaan kita sebagai makhluk yang berkewajiban untuk saling menaruh perhatian pada apa yang kita miliki sehingga mampu memberdayakan orang lain. Salah satu dari kebutuhan kita adalah kita memiliki ketidakterhingaan pengetahuan. Kemampuan yang kita miliki adalah salah satu bagian dari kemapanan kita dalam kehidupan. Tidak hanya kemapanan materi semata, tetapi kemapanan dalam bentuk pengetahuan yang mempu menjadi penuntun bagi yang lainnya. Ada banyak orang yang tergolong ke dalam pribadi yang sungguh dikagumi dalam pengetahuan entah karena pencapaian akademis maupun pencapaian praktis. Kita sering merasa begitu terpukau dengan pencapaian seseorang dalam pengetahuan akademis ataupun pengetahuan praktis dan biasanya kita akan menjuluki mereka dengan sebutan orang pintar. Memiliki segudang pengetahuan adalah salah satu cita-cita manusia. Akan tetapi, kondisi kepemilikan “pintar” ini akan menjadi tempat sandaran orang-orang atau menjadi lahan bagi terjadinya ketertundukan total. Orang pintar yang menuntun orang-orang lainnya menuju suatu yang tidak sesat adalah dambaan yang harus disertakan dalam gelar pintar . kecelakaan terjadi ketika orang pintar menjadikan apa yang dimilkinya sebagai ajang untuk membodohi orang lain. Di Negara kita banyak orang pintar yang suka sekali memintari orang lain. ungkapan ini mau menyatakan bahwa label diri sebagai orang pintar telah disalahgunakan. Kebanyakan orang pintar direpublik ini menggunakan kemampuannya untuk melakukan tindak kejahatan yang merugikan semakin banyak orang. Saya mengambil salah satu contoh sebagaaimana yang dikutip A. Setya Wibowo dalam bukunya PAIDEIA: Filsafat Pendidikan-Politik Platon hal. 65-66 dari koran suara pembaharuan (Selasa, 29 November 2016) memuat headline berjudul seram : “Sistem yang Korup Jerat Kalanagan Terdidik”. Menurut koran ini, KPK mencatat bahwa dari 600 tersangka korupsi, sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi (ada 200 tersangka bertitel S2 dan 40 tersangka bergelar S3. Justeru orang pintarlah yang telah menyelewengkan kebenaran dan bertindak melampaui batas. Kenyataan ini dapat menjadi cambukan yang memilukan pada mana sebagian orang pintar telah berhasil memintari orang lain dank karena kepintarannya dia menjadi pribadi yang sok dan meremehkan atau merendahkan orang lain.
Tinggalkan Komentar