OLEH VINSENSIUS NURDIN
Sman3borong.sch.id-Tulisan di bawah ini dengan sengaja saya masukan lagi ke website SMAN 3 BORONG,karena sudah lama menghuni papan mading. Keraguan saya mudah-mudaahan tidak terbukti yakni hanya 2 di antara 10 yang pernah membaca tulisan ini. tulisan ini dibuat pada hari kesaktian Pancasila tahun lalu bersamaan dengan diadakannya talk show tentang Pancasila oleh civitas SMAN 3 BORONG. Ketakutan saya terutama pada tidak terdokumentasinya tulisan ini sehingga menjadi pajangan belaka dan tetap menjadi penghuni meseum SMAN 3 BORONG. saya hanya menulisnya kembali tanpa perubahan.
Menjelang hari kesaktian pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Oktober, ada banyak geliat rasional dari insan Indonesia yang mencoba menghadirkan dialektika Pancasila di ruang diskutif. Beraneka geliat rasional itu bernuansa kepada gugatan yang mesti disodorkan di hadapan pengadilan akal budi. salah satu tuntutan itu adalah isu yang akhir-akhir ini rebak menggejala yakni paham radikalisme yang mencuat dari kelompok tertentu dan dengan maksud menginterupsi keberlakuan pancasila dengan satu kekuatan baru yang dipercaya mampu menjawab hasrat jiwa yang dangkal. kedangkalan cara berpikir yang menyudahi keberlakuan Pancasila di NKRI berpautan dengan ketidaksiapan berbaur di tengah pluralitas dan ketidakmampuan mengolah fakta keberbedaan dalam keharusan untuk tetap bersatu.
Radikalisme yang muncul dalam beberapa bentuk mau menggarisbawahi keunikkan kelompoknya dan memaksa kelompok lain yang berbeda untuk terlebur ke dalamnya. Bagi kelompok radikal, kepuasan utama terletak pada peleburan kelompok yang lain ke dalam kelompok mereka sampai tidak teridentifikasi lagi sesuatu yang berbeda. Radikalisme berasal dari kata radiks yang berarti akar. Radikalisme mendambakan kembali ke akar yang sama baik dalam pola pikir maupun pola tindakan. kembali ke akar berkiblat kepada tidak terkuaknya kisah-kisah karena perbedaan. perbedaan dianggap sebagai penghalang di tengah tujuan yang dicanangkan. Anak kandung dari radikalisme salah satunya ada dalam upaya beberapa kalangan yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi. Negara teokrasi berarti di negara ini hanya diperbolehkan satu agama saja. Negara teokrasi dengan jelas menyangkal Pancasila sebagai dasar negara. Penyangkalan terhadap Pancasila dalam latar teokratisme dari kaum radikal sering menjadi tontonan mengerikan di bawah fakta NKRI yang bernaung di bawah kepakan sayap Pancasila. Pancasila cetusan Soekarno sebagai philosofise gronslag harus benar nyata keberlakuannya di tengah fakta pluralitas.
Philosofise Gronslag adalah ucapan Soekarno sendiri pada tanggal 1 Juni 1945. Philosofise gronslag yang mengacu kepada Pancasila mencakup dan harus menjadi fundamen, filsafat dan pikiran yang sedalam-dalamnya sehingga di atasnya didirikan Indonesia merdeka yang kekal dan abadi. Ini inti sari phlosofise gronslag yang dijelaskan Soekarno sendiri. merujuk kepada penjelasan sang proklamator di tengah menjamurnya paham radikal, kita sebagai insan Indonesia sembari termangu dihadapan pengadilan logika, mulai mempertanggungjawabkan dan menggugat: Di mana kiranya tempat radikalisme beranak pinak? usaha penjelajahan rasionalitas sejak philosofise gronslag-nya Soekarno sampai kepada pembentukan UUD sebagai rahim, kiranya radikalisme seperti tuan tak bertanah. Radikalisme tidak memiliki tempat di panggung Indonesia. Saling silang pendapat pada awal kemerdekaan yang berhubungan dengan pembentukan negara agama, kiranya menjadi bacaan wajib bagi kaum radikal demi mempertimbangkan pergulatan rumit sejak awal yang pada akhirnya disepakati sebagai negara yang menjunjung tinggi perbedaan dengan tetap bersatu sebagai bangsa. sekiranya saja kaum radikal tidak mengabaikan sejarah atau berpura-pura melek aksara, pasti akan menemukan solusi dari peristiwa sejarah sendiri yang telah mengudung niat buruk demi kepentingan pragmatisme semata. Apa yang ingin diusung kaum radikal sesungguhnya menjadi retorika meningat formulasi pertanyaan yang dibuat sesulit apapun akan dengan mudah dijawab oleh Pancasila sebagai perangkum kebhinekaan.
Pancasila yang sejak awal telah disepakati sebagai dasar negara telah terbukti mengubah litani kematian kaum radikal menjadi nyanyian hiburan kehidupan. mengguritanya paham radikal diyakini terutama kerena ada pihak yang dengan sengaja menjadikannya tunggangan demi prestise tertentu. Katakan saja prestise dalam jabatan politik. Pengungkit yang digunakan penunggang gelap ini dengan sengaja memberi tempat paling rendah kepada Pancasila dan mempersilahkan beberapa paragraf yang dianggap suci untuk dijadikan dasar hukum bagi kaum radikal dan dipaksakan kepada khalayak ramai. Kaum radikal dengan tameng religinya bersikeras memberlakukan hukum sektariannya dengan dasar pertanggungjawaban yang dipelintir kepada logika Bhineka Tunggal Ika. Radikalisme di negara kitaberafiliasi dalam berbagai bentuk yang variannya ditemukan dalam cara-cara yang licik dan sedikit sulit disadari. Gelombang safari radikalisme termanifestasi dalam diri orang-orang yang dengan terang-terang memfitnah keanakaragaman serta mengucapkan sumpah serapah kepada orang lain yang berbeda dengan mereka.
Pancasila yang terbukti dapat membendung arus radikalisme secara bertahap dengan dukungan berbagai kalangan terus mempromosikan kearkaikan/keaslian kekuatannya di tengah tergerusnya semangat nasionalis. Salah satu di anatara sekian kalangan itu adalah lembaga civitas akademika SMAN 3 BORONG. Menjelang HUT Kesaktian Pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Oktober mendatang, lembaga ini mencoba meghidupkan kembali nadi Kesaktian Pancasila melalui forum diskusi akademik dengan nara sumber yang berkompeten demi menggetarkan kembali dalam relung anak bangsa tentang betapa hebat dan kuatnya Pancasila di tengah hiruk pikuknya skandal radikalisme. Forum diskursus ini dengan sengaja diadakan demi membangunkan insan Indonesia dari nyanyian peninah bobo radikalisme. Forum penguatan kembali nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa disadari dengan benar sebagai salah satu cara merevitalisasi Kesaktian Pancasila kepada generasi penerus bangsa. Cita-cita Soekarno yang ingin membangun rumah kemerdekaan Indonesia yang kekal dan abadi diwujudkan oleh generasi sekarang dengan cara merefleksikan kembali saktinya Pancasila di tengah fakta keanekaragaman berbangsa.
Lembaga civitas akademika SMAN 3 BORONG sedang berusaha dalam HUT kesaktian Pancasila pada 1 Oktober nanti, menelusuri lorong gelap pengetahuan anak bangsa tentang Pancsila dan menawaarkan cara yang ampuh untuk dapat keluar dari lorong keegoisan kelompok demi menemukakan hamparan Pancasila sebagai pedoman arah dan lebih dari pada itu dalam bentuk visioner dari ceritera labirin mengungkapkan pesona Pancasila sebagai road map di tengah kekalutan mengurai jalan buntu. Insan Indonesia yang dicekal radikalisme dalam berbagai panoramanya semestinya merasakan ketidakmampuan memompa nafas kehidupan, karena Pancasila yang telah dijadikan dasar NKRI adalah marwah kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila yang sakti dari uraian sejarah mengedepankan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia. Radikalisme dapat saja bertopikan fundamentalisme atau tradisionalisme agama. Kedua bentuk dandanan radikalisme ini mencoba merepresentasikan keabsahan/kevaliditasan agama menjadi dasar dan yang pasti disertai doktrin ganjaran dunia akhirat. Janji agama yang terlampau menyangkali akal sehat manusia, hemat saya, adalah bumerang dan memantik berkobarnya kitidakwarasan, sehingga menerjemahkan keberlainan/keberagaman sebagai penjelmaan keburukan/kejahatan.
usaha mengingkari logika normal manusia adalah langkah awal yang dilakukan kaum radikal dalam topeng agama tertentu. Pencucian otak manusia Indonesia yang Pancasilais dilakukan kaum radikal dengan mengisi doktrin agama beserta janji-janji demi keselamatan. Paradigma keanekaragaman yang mesti melatari paham Pancasila sebagai dasar negara mesti terus dipentaskan sehingga menjadi tontonan yang merengkuh ke dalaman jiwa sekaligus menjadi pengawas yang menyudutkan kaum radikal ke tempat yang mereka sendiri tidak inginkan. usaha-usaha baik preventif, kuratif maupun represif demi mengumandangkan Kesaktian Pancasila harus terus diupayakan sehingga benar-benar menjadi pahatan marwah kebangsaan. Pada tanggal 1 Oktober mendatang lembaga civitas akademika SMAN 3 BORONG akan menyelenggarakan suatu perhelatan akademik sebagai salah satu usaha mungkin preventif atau mungkin juga kuratif. perhelatan dalam usaha preventif bermakna pada situasi dengan tahu dan mau mencegah/mengatasi usaha makar kepada Kesaktian Pancasila dengan cara menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata. berbagai intrik yang menyusup ke dalam tatanan Pancasila ditanggulangi dengan mempertebal lapisan pengetahuan Pancasila kepada generasi hari ini. Sedangkan perhelatan kuratif merujuk kepada usaha sadar untuk memelihara keaslian nilai-nilai Pancasila. memelihara juaga merujuk kepada usaha untuk menyaring berbagai nilai asing yang masuk ke dalam perbendaharaan insan Indonesia yang Pancasilais. Usaha represif lebih kepada peran aparatur negara yang memberi tekanan atau ancaman kepada pelaku yang bermakar terhadap Pancasila sebagai dasar negara. Banyak fakta yang menunjukkan usaha represif terhadap pengkhianat Pancasila beberapa waktu terakhir adalah bagian dari tertatanya sistematika kebangsaan mempertahankan keutuhan NKRI dari berbagai rongrongan yang menyesatkan insan Indonesia.
SMAN 3 BORONG , 30 September 2020
Tinggalkan Komentar