Bangsa yang bermartabat ialah bangsa yang menghargai segala perjuangan orang orang tulus, yang sudah merintis pintu kemerdekaan, dan siap untuk menjadi martir.Darah yang tertumpah itu tak akan sia sia, perjuangan para pahlawan kita akan menjadi bara semangat sepanjang masa. Kini perjuangan adalah milik kita, generasi penerus bangsa.
Para fouding father kita sudah memikirkan segala risiko yang akan mereka terima dari api perjuangan yang berani mereka kobarkan, dengan segala kesederhanaan yang membungkus gerakan mereka namun, tidak mampu menyurut semangat untuk bebas dari kekangan penjajah.
Kita sebagai penikmat dari perjuangan mereka, jika tidak ingin dibilang lupa akan jasa masa lalu, seminimal mungkin hadir sebagi “Perawat” dan, akan lebih bagus lagi menuntaskan perjuangan perjuangan mereka lewat gerakan gerakan kecil kita.
Saat ini pahlawan muncul dari berbagai dimensi, tergantung konteks mana Orientasi gerakan yang digeluti. Menjadi pahlawan harus dimaknai sebagai penyerahan diri secara total,tanpa harus menuntut apa yang akan saya peroleh dari gerakan itu selain untuk “kemerdekaan”
Tentang pahlawan Pendidikan saat ini, ialah laksana pelita segala zaman; orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh cahaya keilmiahannya, dan andaikaodi dunia ini tidak ada pendidik, maka manusia laksana binatang, sebab pendidikan adalah salah satu proses mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangannya menuju sifat kemanusiaan.
Kihajar Dewantara, pahlawan pendidikan, saya ibaratkan juga sebagai “Nabi” dari Guru Guru di tanah air. Gagasan gagasan cemerlang Beliau tentang konsep pendidikan masih harum dan menjadi konsumsi pokok dalam dunia pendidikan di tanah air.
Peletk dasar konsep pendidikan yang memerdekakan itu mempunyai mimpi besar yang harus terjawab oleh perubahan paradigma para Guru, harapaannya, jika terjadi demikian, wajah pendidikan kita semakin cerah, yang jelas tuntutan perubahan itu dimulai dari Guru.
Bagi saya, pengalaman lima tahun menjadi seorang Guru adalah usia usia yang masih prematur. Apalagi Guru sering disebut sebut sebagai Pahlawan, rupanya belum cukup istilah itu saya pikul sebelum ada gebrakan gebrakan humanis, dan pedagogik untuk murid.
Hari pahlawan,bukanlah sekedar hari,atau menjadi pahlawan juga bukanlah karena sesuatu yang sifatnya momentum. Tapi, panggilan nurani yang bersih, bebas dari muatan kepentingan pragmatis, dan mau setia dari nol sampai pada titik darah penghabisan, layak dikatakan pahlawan.
Menjadi Guru itu adalah panggilan hidup, artinya dia bebas dari segala tekanan. Secara eksplisit keputusan itu sudah mewujudkan bentuk pilihan yang merdeka. Jika pilihan ini datang dari tekanan eksternal, imbasnya nanti pada generasi yang dididik (siswa) mengidolakan guru yang bukan sebenarnya Pahlawan bagi mereka.
Guru Indonesia saat ini harus bisa jadi pahlawan,atau menjadi Kihajar Dewantara masa kini. JIka menganggap sekolah sebagai tempat untuk mendapatkan kesejahteraan, jangan pernah harap itu akan terjawab,tapi jika menganggap sekolah sebagai tempat untuk pemberdayaan potensi anak, itu pas dan layak.
Memang, ide ini cukup sulit untuk diterima kalau dilihat dalam konteks kehidupan saat ini. Tapi perlu kita kembali ke esensi dari pahlawan tadi, berani memilih,berarti siap untuk menikmati. Sebab Pahlawan yang tanpa tanda jasa itu hanyalah “GURU”
SELAMAT HARI PAHLAWAN.
Oleh: Joanes Pieter Paulus Alais Calas
Tinggalkan Komentar