Vinsensius Nurdin
Sman3borong.sch.id-Dalam bingkai nasional kelahiran Pancasila yang dalam pengakuan sejarah diulas sebagai hasil permenugan filosofis sang proklamator kemerdekaan RI yakni Soekarno. Lebih jauh lagi, perenungan Soekarno yang berawal tentu saja dari kenyataan kebhinekaan bernusantara dan terus melewati persimpangan carut marut mempertahankan kemandirian sebagai bangsa dan negara yang berdaulat penuh hingga sampai pada persinggungan dengan penguasa kolonial dan antek-anteknya hingga Soekarno terasingkan di pulau terpencil yang dijuluki pulau bunga/ Flores tepatnya di Ende. Dalam catatan sejarah di antaranya SURAT-SURAT YANG DI TULIS SOEKARNO SELAMA MASA PEMBUANGAN DI ENDE, tersirat lah sebuah ad mirabile coemercium/sebuah pertukaran yang mengagumkan dimana Soekarno berkenalan dengan para misionaris katolik. Dan dalam laporan itu, misionaris katolik yakni para pastor SVD dalam hal ini P. Dr Y. Bouma SVD adalah sahabat diskusi bung Karno di pembuangan dan sering meminjamkan bung Karno perpustakaannya untuk mencari literatur sebagai referensi bacaan yang layak. Dari catatan ini, diketahui bahwa aktivitas bung Karno selama masa pembuangan diisi dengan berbagai hal yang mempererat tidak saja persahabatan tetapi juga mengakumulasi pengetahuan diskutif. Jejak permenugan bung Karno dalam tapak sejarah perjuangan bangsa terutama menjadi cikal bakal terumusnya Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia. Kelahiran Pancasila yang kita peringati hari ini berurat berakar dalam kemelut yang berkepanjangan hingga sampai pada hari ini. Rekonstruksi sejarah menunjukkan adanya persilangan paham sejak kelahirannya terutama dalam meramu persatuan karena fakta kebhinekaan. Pancasila sebagai falsafah bangsa sungguh disadari melampaui pemikiran kita tentang caranya berbaur dalam kemajemukan. Kekayaan terbesar kita sebagai bangsa adalah karena kita mampu menyemaikan keberagaman hingga menjadi kekuatan yang sulit terpatahkan. Makna Pancasila di era MILENIAL saat ini tentu beradu dengan waktu. Interpretasi Pancasila yang milenialis tidak serta Merta mengangkangi atau memutlakkan sama sekali nilai kearkaikan Pancasila sebagai ideologi negara di satu sisi dan persandingan nilai milenialisme di sisi lain. Nilai Pancasila yang universal hemat saya tidak akan pernah memuntahkan muatan moralitas yang berlaku sepanjang masa.
SMAN 3 BORONG pada hari ini sebagai institusi pendidikan mencoba bermenung pada lahirnya Pancasila dari kemampuan merakit kemajemukan sehingga menjadi instrumen pembentuk jati diri ditengah kegalauan modernitas. Pemandu moralitas berbangsa yang Pancasila idamkan sebagai cita-cita dalam kemajemukan harus terus menemani perjalanan seluruh penghuni rumah kediaman yang benama Indonesia. Rangkaian bentuk penginterpretasian dalam merayakan HUT kelahiran Pancasila di SMAN 3 BORONG berpolakan kesadaran karena keunikan budaya yang berbeda yang justeru menjadi kekuatan tak terkalahkan dalam mengibarkan kesetaraan dengan bangsa dan negara lainnya di dunia. Modifikasi berbusana dareah menciritegaskan kehendak untuk menjadikan Pancasila sebagai akar budaya dalam ruang kebhinekaan.
Radikalisme dalam berbagai bentuk yang beragam yang terus menggerogoti keutuhan NKRI dengan sangat mudah ditepis dengan mendudukan kembali/reposisi Pancasila sebagai bagian integral dari adanya manusia Indonesia. Memantik kedudukan Pancasila dalam sanubari insan Indonesia harus terus dikampanyekan mengingat Pancasila kian dipreteli menjadi alat kekuasaan segelintir orang untuk kepentingan kelompoknya. Reposisi Pancasila dalam denyut nadi insan Indonesia bertujuan pada terkelupasnya kulit mati radikalisme
Tinggalkan Komentar