Maria K. Esa
Sman3borong.sch.id-Istilah likang kaeng kilo berarti tungku api dari kehidupan keluarga. Dalam tataran yang lebih dramatis boleh dikatakan secara lain dalam nada retoris: apa yang mendasari kehidupan keluarga?. Pertanyaan pemantik seperti ini akan menghantar kita kepada refleksi yang lebih dalam tentang landasan yang dimiliki dalam membentuk suatu hubungan dalam sebuah keluarga. Sumbangan refleksi agama-agama turut memengaruhi cara kita menetapkan patokan yang memadai dalam suatu relasi kekeluargaan.
Beberapa pekan lalu, saya didesak oleh pengelolah Humas SMAN 3 BORONG untuk sedikit merfleksikan dasar dari suatu hubungan kekeluargaan. Sebagai seorang guru agama Katolik, desakan ini ingin menyasar peri kehidupan keluarga dengan mendalami arti penting kehidupan beragama. Saya tidak sedang mengadakan suatu eksegesis terhadap suatu bacaan kitab suci tertentu. Usaha yang mau saya lakukan adalah mencoba menarik sukma dari pengalaman hidup berkeluarga dan dihubungkan dengan semacam moralitas yang dihidupi keluarga-keluarga kristiani pada umumnya sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja.
Rekaman awal yang diperoleh dari refleksi agama Kristen tentang kehidupan keluarga adalah pernyataan tegas dalam kitab Pentateukh terutama Kitab kejadian dengan gambaran nyata Allah yang menghendaki persatuan antara manusia, laki-laki dan perempuan. Pernyataan Sabda Allah seperti tidak baik manusia itu seorang diri, Aku akan menjadikan penolong yang sepadan dengan dia (Bdk.Kej.2:18) adalah muka kisah dari keseluruhan narasi perjumpaan manusia, laki-laki dan perempuan. Allah sungguh menghendaki persatuan antara manusia. Allah sungguh menghendaki percampuran antara manusia dengan memertahankan keunikannya masing-masing. Sebelum berpikir tentang perkawinan sebagai suatu kemutlakan alamiah, cermin agama dapat dijadikan gambaran tentang hubungan antara manusia yang dikehendaki Allah semenjak penciptaannya.
Tidak saja berhenti pada pernyataan tegas Allah dalam memandang martabat manusia yang sama, tetapi hubungan itu diperdalam dengan suatu ikatan yang menjadikan mereka berada dalam hubungan yang saling mengandaikan. Dalam relasi perkawinan dapat dipahami bagaimana kiranya seorang pria sejati akan memertahankan kesejatiannya ketika ia berada bersama wanita dalam relasi sempurna.
Masukan berharga dalam ajaran Gereja Katolik bermuasal dari kehendak Allah yang menjadikan hubungan suami-istri sebagai suatu relasi yang menggambarkan hubungan sang Pencipta dan ciptaan-Nya. Banyak orang menghindar dari pendalaman ajaran agama ketika terjadi perbneturan atau sekedar usaha menemukan dasar daru suatu ikatan prinadi, seorang lelaki dan seorang wanita. Usaha menerjemahkan peri kehidupan alami dalam hubungan biologis manusia dicoba dipahami dalam konteks pertalian yang lebih mendalam dalam paham ilmu agama. Benang merah yang dapat ditarik dari simpulan kehidupan keluarga Kristiani berasal dari cara kita memandang hubungan kita dengan Allah sebagai sumber kehidupan.
Untuk mendapat gambaran nyata dari cara menghidupi hubungan personal antara orang-orang beragama dan telah menjadikan ajaran agama sebagai pedoman arah dalam kehidupan, tidak hanya berhenti dan merasa puas dengan deklamasi berbagai forma agama dalam mengatur hubungan manusia, laki-laki dan perempuan, tetapi juga menyertakan dan menjadikan pengalaman sendiri dari kaum beragama sehingga refleksinya tidak mengambang di dunia maya, tetapi menjangkar di tepi kehidupan yang nyata.
Sebagai pribadi beragama yang terus berusaha menidentifikasi hubungan kekeluargaan dalam bejana agama, saya sendiri dan mungkin juga anda mengalami beberapa kejadian yang mengundang untuk terus mengkaji paham dan merekatkan sebiasa mungkin kegigihan demi tercapainya peri kehidupan yang benar-benar bernafaskan nilai religiositas. Nilai agama yang menjadi payung dalam kehidupan keluarga adalah tantangan tersendiri di tengah gelora zaman. Keberingasan zaman telah melumat kemapanan beragama dan terus berusaha memertanyakan kelanggengan kehidupan keluarga yang berasal dari perintah/aturan keagamaan.
Sebagai orang beragama yang tentunya ber-Tuhan, dari pengalaman hidup kita masing-masing, kita ditempa, kita terus diuji dalam kobaran api yang menghanguskan. Emas menjadi murni ketika melewati ujian dalam api yang super panas. Emas murni tidak akan meleleh di tengah sengatan panas yang membara. Demikian pula hendaknya, keluarga yang murni didasarkan pada hubungan sebagai makhluk Tuhan yang saling membutuhkan.
Likang Kaeng Kilo adalah usaha refleksi yang sempat saya bagikan. saya tahu dengan pasti ada banyak pengalaman beraneka yang kita miliki dalam menghidupi kehidupan yang dijiwai semangat sebagai makhluk ber-Tuhan. Mari terus berlayar di tengah golora zaman yang mengamuk dan tetap sigap karena kehidupan kita diberi jaminan pasti akan keselamatan.
Saya ingat satu syair lagu rohani tentang keluarga
Memang benar hidup berkeluarga
Selalu ada macam-macam problema
Suami-istri selalu ada curiga
Tiada saling percaya, tiada saling pengertian
Perang mulut bukanlah tindakan haram
Namun itu jadi santapan siang dan malam………
bravo. tingkatkan
Tinggalkan Komentar