Beberapa orang sudah lama mempertanyakan status budayanya sendiri dalam kerangka pemahaman logis, yang bisa saja dikatakan mencari kedalaman makna dari berbagai upacara adat yang manusia lakukan dalam setiap kesempatan. Pertanyaan yang mengguggat keberadaan budaya dalam berbagai ritusnya adalah usaha sadar untuk mempertemukan makna terdalam yang ingin dicapai manusia dalam menjembatani tindakan fisik dan pengharapan dalam bentuk komunukasi verbal dengan dunia para leluhur. Pada kesempatan ini, saya mencoba mebagi refleksi dari diskusi lepas yang dilakukan beberapa orang di suatu tempat yang terjadi tadi malam. Posisi penulis dalam diskusi lepas itu adalah pendengar setia dan tidak ingin menginterupsi terlalu jauh dalam pertukaran paham dari beberapa orang tersebut. Rangkuman hasil diskusi ini hanyalah miniatur dari betapa luas dan dalamnya cara manusia memahami diri dan hidupnya dalam kerangkeng budaya Manggarai.
Awal pembicaraan kita awali dengan pertanyaan seseorang yang mencoba menggugah rasa ingin tahu dari peserta. Latar belakang munculnya gugggatan dalam bentuk pertanyaan diskutif adalah adanya fakta yang telah terjadi beberapa hari sebelumnya dalam suatu upacara kenduri masyarakat adat kampung mondo, paka di’a pang olo ngaung musi, bagi salah seorang warga yang telah meninggal dunia. penanya dalam diskusi itu langsung bertanya kepada -bisa kita kataakan penatua yang biasanya menyampaikan rangkaian doa adat-mengapa setiap kali upacara kenduri, kepok yang ditujukan kepada orang-orang yang berkepentingan dalam upacara itu seperti tuá golo, anak rona, ase kae wae teku remong harus mengulangi syair yang sama. inti syairnya sama meski ditujukan kepada orang yang berbeda. Dan syair yang sama dalam upacara kepok itu akan menjadi lantunan syair dalam upacara doa. bagi penanya ada kesan pengulangan.
Terhadap pertanyaan problematik di atas, ada beberapa peserta yang mencoba memberi pencerahan. pencerahan dalam bentuk pendapat dibagi dalam dua kelompok. kelompok pertama memberi respons dengan menekankan kepada beberapa unsur dari ritus yang mesti dilewati. dengan kata lain kesetian terhadap tahapan-tahapan itu akan memastikan keberhasilan sesuai dengan harapan yang diinginkan/cai les keng, cai sinas kinda. kelompok kedua memberi respons dengan menekankan kepada syair-syair tidak semestinya diulang. di sela-sela itu tetap dimasukan alasan penghematan terhadap waktu,karena pengulangan tidak menjamin keberhasilan. budaya itu dinamis dan karenanya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan tidak mengkhianati marwahnya.
Tinggalkan Komentar