INTERPRETASI KARENA KEGADUHAN BERBANGSA
Oleh Vinsensius Nurdin
harus tetap tersimpan. Ini adalah tulisan saya di Pos kupang pada kolom opini Jumat 16 Desember 2016. selamat membaca!!!!
Sman3borong.sch.id-Urusan rumah tangga negara yang sudah lama diapik demi tercapainya harapan demokrasi mulai secara perlahan didistrosi oleh babarapa pihak yang menempatkan arah kepentingan individual di bawah payung bangsa atau negara. Kepentingan bangsa yang mulai dipelintir oleh keelokkan politik “kambing hitam” menyisahkan kegeraman massa dalam ruang yang kedap suara. Konflik politik yang dibentangkan dari pusat berakibat buruk kepada kesalahpahaman penerjemahan di tingkat daerah. Konflik politik yang tidak berkesudahan mengacu kepada terjadinya dinamika yang melampaui batas dari apa yang sebenarnya terjadi di pusat dengan isu yang sengaja dibesar-besarkan di tingkat daerah dan bahkan menjangkau ke tempat yang tidak seharusnya didatangi.
Kegiatan demonsrtasi sebagai salah satu penyalur dalam bingkai demokrasi menjadi semakin diperbenarkan walau isinya tidak mencirikan jiwa demokrasi. Pergulatan kepentingan orang per orangan atau kelompok tidak dapat menjadi alasan logis mengatasnamai kebenaran yang ternyata telah dimodifikasi dan bersemayam di balik kekotoran kehendak politik. Dihadapan massa, intrik kehendak politik yang dimanipulasi sulit terdeteksi, tetapi hasil atau akibat dari rancangan politik gelap ini memunculkan cemoohan atau celaan. Pusaran dari kehendak berkuasa dengan menggunakan jembatan politik yang berkarat menjerembabkan massa dalam lubang kemandekan tanpa bisa tertolong.
Pemilihan seorang pemimpin dalam bingkai politik Indonesia tidak pernah luput dari kegetiran akan munculnya berbagai isu yang sengaja disebarluaskan demi memuluskan kehendak pribadi untuk berkuasa. Kekuasaan akhirnya beridentifikasi dengan kusutnya politik personal. Politik personal di negara kita menjadi candu ketika himpunan orang dengan passion politik yang sama berkehendak menjadikan niat personal menjadi niat publik. Dan ketika niat personal adalah demi kekuasaan dan ketenaran, maka niatnya dipublikasi dengan metode penghalusan yang sulit terdeteksi.
Pemilihan pemimpin negara atau daerah dalam politik demokrasi Indonesia penuh dengan dinamika tertentu yang sengaja digesek ke ruang privat. Ruang privat yang sebenarnya menjadi tanggung jawab hati dari pribadi dalam bentuk keyakinan atau kepercayaan tertentu diobrak-abrik dan menjadi instrumen kuat di ruang publik dalam politik. Bias dari perpindahan ruang privat ke ruang publik menjadi senjata perangsang massal dan sangat ampuh menghasilkan latah politik. Latah politik adalah keseragaman cara berpikir dan bertindak dari himpunan massa yang digandeng dengan pencucian otak, apalagi pendekatannya adalah brangkas dari ruang privat misalnya agama atau kepercayaan tertentu. Latah politik bagi penulis telah menjadikan isu politik pemilihan pemimpin ruang bebas ekspresi termasuk melanggengkan cara-cara yang tidak seharusnya. Dengan memakai tameng kebebasan berekspresi, politikpun jatuh ke ruang pergolakan kepentingan baik pribadi maupun golongan tertentu dan keberlanjutanya adalah sulit membedakan antara ruang privat atau ruang publik.
Kesulitan membedakan brangkas ruang publik dan brangkas ruang privat menjadi salah satu pemicu mandeknya logika berpolitik. Ruang politik yang dihasilkan dari campuran ruang publik dan ruang privat mempertebal dinding pemisah antara tujuan mulia politik dengan kekuasaan. Kekuasaan dengan mudah jatuh ke sudut paling parah perenggang persatuan dan politik dalam arti tegas pun jatuh ke jurang idealisme. Tepat di tengah kedua sudut inilah masyarakat dalam kemandekannya terus mengibarkan bendera sebagai isyarat ketidaktahuan permanen. Logika politik yang tidak pernah terpisah dari premis umum kesejahteraan dengan mudah sekali disandingkan dengan premis khusus demi kepentingan tersembunyi yang khusus pula. Dan kalau premis khususnya tidak sesuai dengan premis umum, maka kesimpulannya sudah bisa dihasilkan dalam kekeliruan total. Inilah yang terjadi dalam perpolitikan kita. Mengatasnamai premis politik yakni kesejahteraan dengan intrik kepentingan tersembunyi misalnya kekuasaan, memperbaiki mata pencaharian dan ketenaran adalah wadah yang tidak tampak dari akumulasi politik hari ini.
Kemandekan logika berpolitik berdampak luas pada mencuatnya isu-isu di tingkat massal tentang pencideraan identitas tertentu. Sendi-sendi kemasyarakatan terkoyak dan pengoranisasian massa menjadi tawaran terakhir dari rentetan yang membinggungkan ini. Pemecahan masalah demi perekatan sendi-sendi masyarakat yang sudah terkoyak menjadi usaha yang sia-sia. Rujukan dalam taraf lokal dan nasionalpun menjadi berita hangat yang hanya berfungsi mempertinggi rating berbagai media. Politik menjadi ajang menumbuhkan kembali bibit-bibit nafsu purba “survival of the fittest/siapa kuat dia yang menang”. Kemandekan logika berpolitik menjadikan segala sarana yang mungkin untuk dijadikan alat pencapaian tujuan berkuasa tanpa kecukupan paham akan politik itu sendiri dalam artinya yang mulia demi kesejahteraan manusia.
Kemandekan logika berpolitik yang berawal dari pembongkaran ruang privat yang dijajakkan ke ruang publik menjadi sulit dibendung karena juga dijejali dengan berbagai pengetahuan yang memberi pembenaran terhadap tindakan itu sebagai bagian dari tanggung jawab politik. Tindakan massa dengan latar belakang dendam politik menjadi suatu pemandangan yang sulit dianalisis dan yang tertinggal adalah keretakan yang tidak mudah disatukan. Politik dalam kerumunan massa dengan brangkas ruang privat yang disatukan menjadi keberingasan yang sulit dilerai. Kemandekan logika berpolitik yang berlatarkan pembongkaran ruang privat dalam sejarah peradaban bangsa-bangsa besar di dunia melumpuhkan nasionalisme.
Kemandekan logika berpolitik melahirkan fatalisme. Salah satu dari anak kandung fatalisme adalah perpecahan bangsa. Bangsa yang terpecah dalam sekat-sekat primordialisme berpeluang kepada munculnya rasa sebagai mayoritas atau minoritas. Memberi label kepada diri sebagai bagian dari mayoritas atau minoritas berarti melupakan sejarah bangsa yang sejak awal sudah diramu dari perbedaan dan itu juga berarti membelakangi Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa. Kemandekan logika berpolitik tidak saja berpautan dengan intrik busuk tertentu demi kekuasaan atau uang, tetapi juga pembiaran massal melupakan sejarah bangsa. Berpura-pura tidak tahu akan falsafah bangsa sendiri untuk memuluskan kepentingan terselubung dari pribadi atau golongan menjadi nyanyian kematian yang merebahkan kebenaran .
Politik kita hari ini mudah sekali disandingkan dengan kepentingan-kepentingan tersembunyi dalam cara-cara yang sulit ditaksir. Dalam skala nasional kemandekan logika berpolitik tampil dalam beraneka wajah. Aneka macam bentuk kemandekan ini berasal dari dua pengandaian yakni pengandaian kelemahan pengetahuan berpolitik dan pengandaian keterlanjuran massal. Pengandaian pertama mugkin bisa diatasi dengan mudah yakni dengan proses belajar baik dalam tingkat formal maupun dalam pengalaman politik dari tokoh-tokoh yang terbukti dalam sejarah. Sedangkan, pengandaian kedua agak sulit diatasi karena telah dilakukan sebagain besar orang dengan keberhasilan yang luar biasa. Pada pengandaian kedua kebanyakan massa yang melakukan hal itu memberi penguatan dalam cara-cara seperti penjegalan atau manipulasi dalam bentuk-bentuk yang bervariasi dan berhasil menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan.
Kemandekan logika berpolitik dengan munculnya peluang-peluang negatif dalam skala masif terus dialami sebagian besar para elit politik karena tuntutan kepentingan individual atau golongan membentuk lingkaran piramidal kekuasaan dan terus mencapai puncak hingga tidak terhingga. Kemandekan logika politik dialami sebagai suatu kematian total kemanusiaan dengan tetap menoleransi beberapa pihak yang terlibat langsung dalam politik praktis dalam cara-cara yang tidak bermartabat. Dalam praktek-praktek politik yang merupakan jelmaan kemandekan logika nampak suatu pembiaran massal yang terus berlanjut tanpa ada usaha masif untuk mengerdilkan niat politik busuk.
Politik dalam arti tegas pasti mengedepankan kebaikan manusia pada umumnya tanpa pengkaplingan. Logika politik berarti pula mengenal dengan baik fondasi dari tujuan politik baik dalam tataran teoretis maupun praktis. Kecenderungan mengabaikan yang satu dan memerhatikan yang lain akan menciptakan ketidakseimbangan dan pasti jatuh kepada kemandekan logika berpolitik. Kesadaran berpolitik dalam tataran yang sebenarnya pasti menempati garis depan pembela kemanusiaan. Logika politik menjadikan orang sadar bahwa menjadi pemimpin yang terpilih berarti bertanggung jawab terhadap tujuan dia dipilih. Memilih dalam pemilihan umum berarti mengandaikan ada yang tidak dipilih. Itu juga berarti orang yang dipilih memiliki kualitas super daripada yang tidak dipilih. Dalam proses memilih pemimpin berarti ada proses logis karena menyisihkan yang lain dan memilih yang dipilih. Penekanan kata memilih menjadi penting untuk tidak disamakan dengan memungut. Memilih dan memungut mengacu kepada tidakan mengambil sesuatu. Memilih mengandaika kualitas dari sesuatu yang dipilih dan memungut tanpa pengandain kualitas. Jangan sampai karena kemandekan logika berpolitik, akhirnya orang lebih suka memakai kata memungut daripada memilih.
Tinggalkan Komentar