oleh: Vinsensius Nurdin
PENGANTAR
Sman3borong.sch.id-Ketika saya hendak mencoba merangkum daya imaginatif untuk melukiskan tema dalam rangka hari KARTINI sebagaimana yang ditentukan di atas, saya agak kewalahan memulai dari mana dan harus dibawa ke mana refleksi saya nantinya. Berpikir terlalu idealis akan menjatuhkan pilihan saya pada karya reflektif yang tidak bertopang pada kenyataan. Sebaliknya, berpikir terlalu pragmatis, akan menghantar refleksi saya pada kesan seolah-olah anti-pati dengan suatu idealisme. Ketika terus merambah berbagai penelusuran ilmiah, teringatlah saya akan suatu karya sastra puisi reflektif dan inspiratif hasil karya Maudy Ayunda dengan judul MENGHAPUS “KATANYA” yang dideklamasikan dalam acara Indonesian Woman’s Forum(IWF) pada tahun 2018. Pijakan saya dalam bercermin terhadap tema di atas, tentu bertopang pada gambaran nyata yang terungkap dalam karya sastra puisi dan mencoba menarik marwah dari kemelut sekaligus peluang emas keterlibatan wanita dalam menyukseskan program literasi nasional.
NARASI
Kata kerja yang saya pilih untuk memulai tulisan ini dapat menjadi acuan untuk merambah kedalaman pengertian secara keseluruhan. Kata kerja merefleksikan berasal dari kata refleksi yang secara etimologis berasal dari dua kata Bahasa Latin yakni kata re yang berarti kembali dan flectere yang berarti melengkung. Maka secara etimologis kata ini berarti kembali melengkung/melengkung kembali. Secara sederhana, merefleksikan mengacu kepada usaha sadar yang melibatkan seluruh kopetensi manusia untuk mendalami dan menemukan makna asali dari sesuatu. Dalam hubungan dengan inilah, karya tulis ini akan memulai titik awalnya dan tentu berpeluang kepada terbukanya berbagai fakta mendasar tentang status wanita dalam keseluruhan pemikiran terutama dalam memainkan perannya sebagai manusia yang tidak pernah boleh diobjekan/diremehkan dalam setiap sisi kehidupan.
Untuk memulai penelusuran dalam tataran reflektif, saya akan mengutip karya sastra puisi dari Maudy Ayunda berikut ini:
Menghapus “Katanya”
Sempat dunia berbisik
Katanya perempuan tegas itu mengintimidasi
Katanya perempuan kritis itu lancang
Katanya perempuan ekspresif itu berlebihan
Katanya perempuan emosional itu tidak bisa berpikir logis
Katanya perempuan yang berkarir pasti bukan ibu yang baik
Katanya perempuan yang sekolah tinggi itu akan sulit mendapatkan jodoh
Tapi hari ini
Aku berhenti mendengar
Segala katanya yang menggema
Di pikiranku
Yang aku tahu
Perempuan lugas, kritis, ekspresif, emosional
Adalah sosok yang berani menjadi diri mereka sendiri
Yang aku tahu
Perempuan bisa mengejar mimpinya tanpa batas
Yang aku tahu
Perempuan tidak harus terperangkap dalam defenisi-defenisi yang menyempitkan
Yang aku tahu
Perempuan berhak atas kesetaraan di mana pun
Yang aku tahu
Perempuan itu kuat
Sumber:https://kumparan.com/the-shonet/wow-maudy-ayunda-bikin-puisi-untuk-para wanita-yang sedang-berjuang-dengan-kesetaraan-gender-1541933379992619260
Membaca suatu karya sastra puisi seperti di atas, membutuhkan tidak saja energi imaginatif, tetapi kepekaan intuitif sehingga kita bisa merasakan pesan yang ingin disampaikan. Pergulatan hidup manuisa yang nyata akan dapat diperdengarkan dalam lantunan bait-bait puisi. Dengan demikian tepatlah apa yang dikatakan oleh Francis Bacon: Poesis doctrinae tanquam somnium“puisi adalah bagaikan sebuah mimpi mengenai ajaran filsafat”.
Bertalian dengan tema refleksi di atas, dapatlah kita menarik pesan yang luar biasa dari karya sastra puisi, yang terutama memosisikan peran wanita dalam berbagai kemelut pelemahan harkat dan martabat wanita. Seorang wanita seperti yang digariskan dalam bait puisi di atas, menunjukan situasi tertentu yang didukung oleh sistem dalam bangunan struktur budaya sebagai yang disisikan atau dinomorduakan. Melalui pengalan-pengalan puisi di atas, kita diajak dan disadarkan tentang kekuatan wanita dalam kehidupan. Kepemilikan hak perempuan bukanlah status terberi, tetapi terpatri dalam pahatan jiwanya sebagai manusia. Pelecehan harkat dan martabat wanita adalah suatu kegagalan manusia dalam memahami arti kehidupan. Wanita dalam segala kekhususan yang sekaligus keistimewahannya melalui bait-bait puisi Maudy Ayunda memproklamirkan kepada dunia bahwa kehadirannya adalah suatu keharusan mutlak dan jangan pernah boleh dijadikan objek.
Merefleksikan peran wanita dalam menyukseskan program literasi nasional dalam terang karya sastra puisi berarti mengangkat kekuatan nyata yang perempuan miliki dalam kekhususan dan keistimewahannya. Kekhususan dan keistimewahan mengacu kepada keunikan yang dimiliki wanita dalam memerkuat program literasi digital nasional. Wanita sebagai bagian utuh kemanusiaan berani memertanggunjawabkan keberadaan dirinya di hadapan para lelaki yang karena stuktur budaya berkedudukan lebih tinggi. Mengaktifkan daya intuitif yang wanita miliki menjadi acuan tersendiri dalam menyukseskan sesuatu. Dengan instrumen sebagai daya kekuatan sebagaimana diungkapkan dalam puisi di atas: lugas, wanita berani menyatakan kebenaran hakiki dari suatu situasi tertentu tanpa tedeng aling-aling dan ini terbukti dalam setiap kesaksian hidup wanita. Kritis, berhubungan dengan ketajaman wanita dalam menjernihkan, berani menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan pedoman hidup. Ekspresif, berhubungan dengan satu keunikan wanita yang mampu mengekspresikan dirinya dalam cara hidup yang halus dan santun serta berbudi pekerti luhur. Emosional, berhubungan dengan kekuatannya dalam menyatakan rasa yang ternyata lebih tajam dari pisau pengetahuan teoritis.
Berbagai pengalaman hidup para wanita dengan segudang penderitaannya karena tersendera sistem budaya patriarki telah lama mendapat perhatian serius dari beberapa kalangan untuk mengubah kekelaman itu menjadi senjata ampuh dalam melawan penindasan. Wanita dalam kekhususan dan sekaligus keistimewahannya memandang dunia literasi digital sebagaimana digemakan sekarang ini menjadi panggilan akbar yang menuntut orientasi diri wanita dalam segala sesuatu. Kesuskesan seorang wanita terutama nampak dalam ketegarannya ketika mengatasi berbagai rintangan hidup yang ketika diselisik berasal dari tajamnya pisau intuitif, pisau hati nurani, pisau nilai rasa. Mengayomi, mengasah mengasuh adalah rangkaian jiwa yang terpahat dalam kedalaman seorang wanita.
Puisi Maudy Ayunda menghentakan saya untuk melakukan hal kecil sebagai biang keladi pembaharuan dunia. Dunia wanita adalah dunia yang penuh dengan nilai rasa dan justeru karena ketajaman perangkat inilah, seorang wanita dapat menjadi partner unggul dalam menyukseskan program literasi digital nasional. Hentakan yang saya rasakan dari puisi Maudy Ayunda membangunkan kaum wanita dari kenyamanan karena belenggu strukrur budaya patriarki untuk mereorintasi cara pandang, mereorientasi cara pikir, dan mereorientasi cara kerja. Semua ini dilakukan dengan cara-cara sederhana dan tetap meyakini kinerja seorang wanita dalam bingkai kemanusiaan pada umumnya.
Puisi Maudy Ayunda membuat saya berpikir bahwa seorang wanita tidak harus menanggalkan ciri khasnya sebagai manusia. Ciri khas inilah yang menjadikan saya sebagai seorang wanita terbedakan dengan seorang lelaki. Kekhasan ini pulalah yang memampukan kaum wanita dapat bertanggung jawab terhadap sesuatu. Kungkungan dalam struktur budaya patriarki telah menempatkan kaum wanita dalam kerankeng perendahan harkat dan martabatnya dan dengan demikian berada dalam spiral intimidasi dikelas bawah, kaum terpinggirkan dan tidak diperhitungkan dalam ras manusia. Spiral perendahan harkat dan martabat manusia yang dialami kaum wanita pada umumnya telah menjadikan saya berpijak pada anggapan sebagaimana dipelintir dalam puisi Maudy Ayunda.
Berawal dari terdepaknya kaum wanita dalam sudut paling parah kemanusiaan, dari sana pulalah, suara kaum wanita diperdengarkan dan menjadi penguat di tengah pelemahan sistem karena terwariskan budaya patriarki. Kakuatan utama kaum wanita ada pada lingkaran kekhususan dan keunikan melahirkan manusia di atas bumi ini. Darah dan daging wanitalah pembetuk seorang pribadi manusia yang dirajut secara menakjubkan dalam rahim, asal semua manusia. Bertitik pangkal pada keyakinan inilah, kaum wanita dapat meneruskan marwahnya dalam membopong manusia menuju cita-cita literasi digital dalam skala nasional. Berliterasi bagi kaum wanita terutama ditemukan dalam sukmanya yang mampu melahirkan manusia yang berkualitas dari cangkang tersembunyi rahim kewanitaan. Berliterasi bagi kaum wanita adalah usaha berkelanjutan yang telah terasah dan terasuh serta terasih semenjak terbentuk dalam rahim dan menerima secara penuh kedagingan/bentuk fisik jasmaniah manusia dan secara bersamaan mengejawantahkan kebijaksanaan hidup dalam betuk kerohanian. Berliterasi bagi kaum wanita berarti meneruskan cara kaum wanita dalam membumitanahkan anak manusia dalam perkembangan yang inovatif sembari tetap berjalan bersama waktu. Literasi digital menuntut kaum wanita untuk berpacu dengan waktu, tetapi tetap berpijak pada kemampuan dalam keunikan sekaligus keistimewahan yang menjadikan kaum wanita berbeda dengan kaum pria.
Puisi Maudy Ayunda selain mengisahkan memori kelam dan kejam yang dialami makhluk bernama wanita karena tergerus arus kebungkeman di bawah monarki kelaki-lakian, tetapi juga memperlihatkan kekuatan utama wanita yang mampu menerobos kemapanan cara berpikir dalam memantik kedalaman sanubari dari kekhasan sekaligus keistimewahannya. Literasi digital sebagai salah satu progam pengentasan angka kebodohan manusia Indonesia bermuara kepada terlahirnya generasi milenial yang mematrikan literasi sebagai pahatan jiwanya. Kaum wanita dengan segala keunikannya semenjak membentuk seorang manusia dalam rahimnya telah mengemanasi jiwa dan raganya sehingga terlahir seorang anak manusia. Sama seperti ketika seorang anak terbentuk dalam rahimnya dan sukses menjadi seorang pribadi, demikian pula seorang anak Indonesia ketika secara saksama digembleng oleh wanita akan sukses menjadi pribadi manusia dengan literasi sebagai identitasnya. Cara-cara sederhana tetapi penuh kearifan sebagaimana terpancar dalam pesona jiwanya yang anggun tetapi mengagumkan, demikian pula kesuksesan literasi digital dalam skala nasional akan mencapai grafik maksimal sesuai harapan. Kaum wanita dengan bercermin pada puisi Maudy Ayunda dan digunakan sebagai jembatan demi kesuksesan program literasi digital nasional harus tetap berpegang pada prinsip yang mencirikan wanita apa adanya seperti ia harus tetap lugas, kritis,ekspresif dan emosional. Wanita yang apa adanya adalah wanita yang berani membongkar perangkap budaya pelemahan dan bahkan perendahan harkat dan martabatnya.
PENUTUP
Membaca suatu karya sastra puisi adalah suatu usaha memertajam daya intuitif, karena kita akan diajak melewati lorong-lorong dengan bongkahan permata nilai hidup. Peran wanita dalam menyukseskan program literasi digital nasional adalah suatu ajakan untuk mengais tumpukan jerami yang dikondisikan nyaman oleh format budaya, tetapi mengkhianati harkat dan martabat manusia. Puisi Maudy Ayunda yang dibaca dalam terang demi kesuksesan literasi digital nasional adalah bagi saya bidikan yang tepat sasar untuk menancapkan rasa percaya diri kaum wanita di tengah pergolakan zaman. Tawaran bagi kaum permpuan untuk terus memberdayakan dirinya dalam setaip kompetensi adalah suatu revolusi akademis yang luar biasa. SELAMAT MERAYAKAN HARI KARTINI, MAJULAH WANITA INDONESIA!!!
Tinggalkan Komentar